Friday, January 6, 2012

Potensi Geohidrologi Jakarta Utara dan Sekitarnya

0 comments
POTENSI GEOHIDROLOGI DAN PEMANFAATAN AIR TANAH DI WILAYAH JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA


Air merupakan sumberdaya alam yang terbatas me-nurut waktu dan tempat. Pengolahan dan pelesta-riannya merupakan hal yang mutlak perlu dilakukan. Airtanah adalah salah satu sumber air yang karena kualitas dan kuantitasnya cukup potensial untuk dikembangkan guna memenuhi kebutuhan dasar mahluk hidup.

PENDAHULUAN
Airtanah merupakan salah satu komponen dalam peredaran air di bumi yang dikenal sebagai siklus hidrologi. Dengan demikian airtanah adalah salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, tetapi hal ini tidak berarti sumberdaya ini dapat dieks-ploitasi tanpa batas. Eksploitasi airtanah yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap keseimbangan alam itu sendiri. Pengem-bangan sumber airtanah harus berdasar pada konsep pengawetan, yaitu memanfaatkan airtanah secara optimal, mencegah pemborosan dengan menjaga skala prioritas pemakaian dan menjaga kelestarian alam.
Air merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan di muka bumi. Sirkulasi suplai air di bumi juga disebut siklus hidrologi. Siklus ini berawal dari sistem energi matahari yang merupakan energi yang berperan cukup penting bagi siklus hidrologi memancarkan energinya sehingga air yang berasal dari danau, rawa, sungai maupun dari laut secara tetap mengalami evaporasi menjadi uap air yang naik ke atmosfer. Angin akan mengangkut uap air pada jarak yang sangat jauh dan akan berkumpul membentuk awan, setelah mengalami jenuh akan berubah menjadi butiran-butiran air. Butiran air yang jatuh ke permukaan bumi juga disebut dengan hujan. Turunnya hujan ke bumi ini mengakhiri siklus hidrologi dan akan dimulai dengan siklus yang baru.
Di daerah Jakarta, Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta tahun 1985 - 2005 telah menetapkan beberapa pusat pengembangan kawasan yang dinilai memiliki potensi dan nilai strategis. Kecederungan perkembangan terlihat terjadi di kawasan pantai utara karena memiliki posisi yang strategis. Sesuai dengan Keppres Nomor 17 tahun 1994, tentang REPELITA VI menetapkan Kawasan Pantura sebagai kawasan andalan.

GAMBARAN UMUM KOTA JAKARTA UTARA
Letak Geografis
Wilayah Jakarta Utara dengan luas daratan 154,01 Km2 dan luas Lautan 6,997,50 Km2 mempunyai batas – batas geografis sebagai berikut :
·         Utara pada titik koordinat 106-20o-00oBT sampai dengan 06-10o-00o LS
·         Timur berbatasan dengan Kali Bloncong dan Kali Ketapang Jakarta
·         Selatan, Pedongkelan, sungai Begog – selokan Petukangan wilayah DKI, Kali Cakung
·         Barat berbatasan dengan Jembatan Tiga, Kali Muara Karang dan Kali Muara Angke

Gambar 1 : Kondisi Ekisting Kawasan Pantura Jakarta Utara (Sumber BP Pantura)

Keadaan Iklim
Wilayah Kota Jakarta Utara sebagian besar terdiri dari rawa-rawa yang mempunyai ketinggian rata-rata 0 sampai dengan 1 meter diatas permukaan laut walaupun terdapat pula kawasan yang memiliki ketinggian rata-rata antara 1 – 4 meter diatas permukaan laut terutama untuk kawasan selatan.
Iklim Jakarta Utara termasuk panas dengan suhu rata-rata 27oC sepanjang tahun.  Kawasan ini dipengaruhi oleh angin musim timur pada bulan Mei sampai Oktober dan angin barat pada bulan Nopember sampai April. Tinggi curah hujan rata-rata pertahun sebanyak 2.000 mm terjadi maksimal pada bulan Desember.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jakarta Utara
Sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRWP) DKI Tahun 1995-2010, maka Kota Jakarta Utara sebagai bagian terintergrasi dari hirarki perencanaan yang merupakan pedoman dan arahan pelaksanaan pembangunan secara spasial. Hal ini akan memperjelas arahan – arahan yang perlu dikembangkan di dalam rencana tata ruang yang lebih rinci. Sesuai dengan arahan tersebut diatas maka rencana pemanfaatan ruang diarahkan pada hal – hal berikut :
a.   Rencana peruntukan tanah : Rencana peruntukan tanah di kecamatan Cilincing lebih didominasi oleh sector Karya Industri / pergudangan dengan fasilitasnya seluas 1.664,93Ha (ditambah tanah reklamasi seluas 535,45 Ha) dan sector wisma dengan fasilitasnya seluas 953,22Ha.
b.   Rencana peruntukan tanah di wilayah kecamatan Cilincing pada tahun 2005 adalah diarahkan untuk dikembangkan sebagai:
                         i.        Kawasan Lindung mencakup Kecamatan Penjaringan dengan luas 327,70 Ha sebagai kawasan hutan dan Kecamatan Penjaringan diarahkan sebagai kawasan penghijauan dengan luas 200,000 Ha. Kecamatan kepulauan Seribu dengan luas100,91 Ha diarahkan sebagai Cagar alam dan pulau – pulau termasuk zone inti dan lindung yang diarahkan sebagai Taman Nasional Laut.
                       ii.        Kawasan Budidaya di wilayah Jakarta Utara terdiri dari :
a.   Kawasan Perumahan di wilayah Jakarta Utara terutama diarahkan pada kecamatan Penjaringan, Koja, Tanjung Priok, Pademangan dan Kecamatan Kelapa Gading, sedangkan untuk wilayah reklamasi pantai kawasan perumahan diarahkan pada kecamatan Penjaringan dan Pademangan.
b.   Kawasan Perdagangan / Jasa dan Perkantoran mendukung pencanangan Kota Jakarta sebagai service city. Kawasan perdagangan / jasa di wilayah Jakarta Utara diarahkan pada lokasi berikut : Kawasan Pasar Pagi Mangga Dua di Kel. Ancol Kecamatan Pademangan, Pelabuhan Tanjung Priok di kelurahan Tanjung Priok Kecamatan Tanjung Priok dan Kawasan Pantai Utara Jakarta (waterfront city) di Kecamatan Penjaringan dan Kecamatan Pademangan. Sedangkan kawasan jasa perkantoran di wilayah Jakarta Utara pada lokasi Koridor jalan Laksamana Yos Sudarso di Kecamatan Koja dan Kecamatan Tanjung Priok serta Koridor Jalan RE Martadinata di Kecamatan Pademangan.
c.    Kawasan Industri dan Pergudangan di Jakarta Utara diarahkan pada lokasi sebagai berikut :
i). Kawasan industri di kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Penjaringan, kecamatan Penjaringan
ii). Kawasan Pelabuhan Nusantara di Kecamatan Tanjung Priok
iii). Kawasan Berikat Nusantara di kelurahan Sukapura, Kawasan PPL Marunda di kelurahan Kali Baru Kecamatan Cilincing
iv). Kawasan industri dan pergudangan di wilayah pantai Jakarta Utara di Kecamatan Cilincing dan Koja.
v). Kawasan industri sepanjang jalan Pegangsaan Dua di Kecamatan Kelapa Gading.

Gambar 2 : Peta Rencana Peruntukan Tanah di Jakarta Utara
Sumber : Perpetaan Kota Jakarta Utara

KEADAAN GEOLOGI WILAYAH JAKARTA UTARA
Morfologi
Berdasarkan bentuk bentang alam (Landscape) yang tercermin dalam citra satelit dan kenampakan topografi, serta ditunjang oleh data-data geologi yang memberikan informasi batuan penyusunan, maka wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya dapat dikelompokan dalam 4 satuan geomorfologi (modifikasi Suwiyanto, 1977), yaitu :
a.   Dataran Alluvial
Satuan ini terletak di bagian utara, menempati ± 20,20 % dengan penyebaran relatif memanjang barat-timur sepanjang pantai utara, mencakup hilir S. Cisadane, S. Angke, S. Bekasi dan S. Citarum. Secara umum satuan ini memiliki kemiringan lereng datar hingga miring landai (0 – 15 %), dengan ketinggian berkisar antara 0 – 16 m di atas permukaan laut. Disamping itu dalam satuan ini juga dijumpai pula bentuk darat (landform) dalam skala yang lebih lokal yaitu berupa dataran rawa, pematang pantai, dan delta, dengan batuan penyusun utama berupa endapan aluvial terdiri dari fragmen lempung hingga pasir kasar (kadang-kadang kerkilan) yang umumnya bersifat lepas mengandung pecahan-pecahan cangkang serta sisa-sisa tumbuhan.
b.   Kipas Gunungapi Bogor
Satuan ini terletak di bagian tengah daerah studi (di sebelah selatan dataran aluvial), menempati  ± 37,75%, dengan penyebaran dimulai dari Kota Bogor di selatan dan melebar ke Cibinong, bagian hulu S. Cisadane, S. Angke, S. Ciliwung, dan S. Bekasi. Secara umum satuan ini memiliki kemiringan lereng 0,5 – 15 %, dengan ketinggian berkisar antara 16 – 195 m di atas permukaan laut. Akan tetapi pada beberapa tempat dijumpai adanya kemiringan lereng yang lebih terjal, terutama pada bagian selatan kipas gunungapi tersebut (Gambar 4.15.). Kipas ini umumnya disusun oleh batuan hasil rombakan vulkanik gunungapi dan tufa halus yang memiliki struktur perlapisan, sedangkan pada lembah sungainya dapat dijumpai adanya endapan aluvial dengan fragmen penyusun utama berukuran pasir halus hingga bongkah-bongkah yang bersifat andesitis dan basaltis.
c.    Perbukitan Bergelombang
Satuan ini terletak di bagian selatan barat-timur daerah studi, menempati ±  16,80 %, dengan penyebaran antara lain di sekitar wilayah timur G. Karang dan wilayah barat G. Endut serta bukit-bukit intrusi seperti G. Dago, bukit 354, dan G. Putri, umumnya memiliki kemiringan lereng 14 – 40%, dengan ketinggian berkisar antara 195 – 1225 m di atas permukaan laut. Batuan penyusun utama pada satuan ini berupa batuan sedimen meliputi batupasir, batulempeng, batugamping, intrusi andesit, dan breksi tufa.
d.   Gunungapi Muda.
Satuan ini terletak di bagian Selatan daerah studi, menempati ±  25,25 %, dengan penyebaran antara lain di sekitar G. Masigit, G. Salak, dan Cipanas, umumnya memiliki kemiringan lereng 15 % hingga lebih dari 70 %, dengan ketinggian berkisar antara 1225 – 2500 m di atas permukaan laut. Batuan penyusun pada satuan ini umumnya berupa endapan vulkanik gunungapi, breksi, lava, dan lahar.

Stratigrafi
1.    Geologi Daratan
Berdasarkan Peta Geologi Lembar jakarta dan Kepulauan Seribu (Turkandi dkk, 1992), Lembar Bogor (Effendi dkk, 1986), Lembar Serang (Rusmana dkk, 1991) dan Lembar  Karawang (Achdan dkk, 1992), batuan di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu :
2.    Kelompok Batuan Sedimen
Kelompok batuan ini meliputi :
·         Formasi Rengganis (Tmrs), disusun oleh batupasir halus –kasar konglomeratan dan batulempung.
·         Formasi Klapanunggal (Tmk), disusun oleh batugamping koral, sisipan batugamping pasiran, napal, dan batupasir kuarsa glaukonitan.
·         Formasi Jatiluhur (Tmj), disusun oleh napal dan batulempung dengan sisipan batupasir gampingan.
·         Formasi Bojongmanik (Tmb), disusun oleh perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batugamping, di sekitar Cilampea – leuwiliang dijumpai adanya lensa batugamping.
·         Formasi Genteng (Tpg), disusun oleh tufa batuapung, batupasir, breksi andesit dan konglomerat dengan sisipan batulempung.
·         Satuan Batugamping Koral (Q1), disusun oleh koloni koral, hancuran koral dan cangkang moluska, umumnya hanya terdapat di kepulauan Teluk Jakarta.
3.    Kelompok Endapan Permukaan
Kelompok batuan ini meliputi :
-     Satuan Aluvial Tua (Qoa), disusun oleh batipasir konglomeratan dan batulanau, hanya terdapat di selatan Cikarang (Bekasi) sebagai endapan teras S. Cibeet dan Citarum.
-     Satuan Kipas Aluvial Bogor (Qva), disusun oleh tufa halus berlapis, tufa pasiran berselingan dengan tufa konglomeratan, merupakan rombakan endapan volkanik G. Salak dan Pangrango.
-     Satuan Endapan Pematang Pantai (Qbr), disusun oleh batupasir halus-kasar dengan cangkang moluska, terdapat menyebar di bagian Utara yang hampir sejajar garis pantai mulai tangerang hingga Bekasi.
-     Satuan Aluvial (Qa), disusun oleh lempung-pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah, fraksi kasar umumnya menempati alur-alur sungai (Selatan) sedangkan fraksi halus di daerah dataran Jakarta dengan tambahan adanya sisa-sisa tumbuhan pada kedalaman tertentu.
4.    Kelompok Batuan Gunungapi
Kelompok batuan ini meliputi :
·         Satuan tufa Banten (Qtvb), disusun oleh tufa, tufa batuapung, dan batupasir.
·         Satuan Volkanik Tak Teruraikan (Qvu/b), disusun oleh breksi, lava yang bersifat andesit hingga basalt, dan intrusi andesit porfiritik dari G. Sudamanik (Barat Bogor).
·         Satuan Volkanik G. Kencana (Qvk), disusun oleh breksi dengan bongkah andesit dan basalt.
·         Satuan Volkanik G. Salak (Qvsb), disusun oleh lahar, breksi, dan tufa berbatu apung, fragmen bongkah umumnya bersifat andesit.
·         Satuan Volkanik G. Salak (Qvsl), disusun oleh aliran lava bersifat andesit dan basalt.
·         Satuan Volkanik G. Pangrango (Qvpo), disusun oleh lahar dan lava dengan mineral utama plagioklas dan mineral mafik.
·         Satuan Volkanik G. Pangrango (Qvpy), disusun oleh lahar dengan bongkah bersifat andesit.
5.    Kelompok Batuan Intrusi.
Satuan Intrusi (ba/a) disusun oleh batuan terobosan G. Dago (ba) bersifat basalt yang terkekarkan dan andesit porfiritik G. Pancar (a)

GAMBAR 3 : PETA GEOLOGI UMUM, (Turkandi, 1992)

Struktur
Secara regional, struktur geologi yang berkembang  memperlihatkan adanya 3 arah dominan yaitu arah barat laut – Tenggara – timur laut – barat daya, dan barat -  timur (Suwijanto, 1978). Sedangkan dari peta Geologi tampak bahwa struktur geologi yang berkembang berupa struktur patahan dan lipatan yang umumnya hanya berkembang baik pada batuan sedimen Tersier. Struktur lipatan berupa sinklin dan antiklin, berarah relatif barat – timur, sedangkan struktur patahan berarah relatif utara – selatan dan timur laut – barat daya.
Adanya struktur sesar di wilayah Jakarta juga diprediksi berdasarkan penafsiran landsat dan penampang seismik yaitu berupa sesar turun yang berarah barat – timur dan timur laut – barat daya. Struktur sesar mendatar memanjang melalui daerah Kebayoran hingga Petamburan pada bagian barat dan pada bagian timur terdiri atas tiga sistem sesar mendatar yaitu melalui daerah Pasar rebo – Halim Perdana Kusumah- Klender, daerah Cijantung-Lubang Buaya, dan daerah Cibubur – sebelah timur TMII. Struktur sesar turun Barat-Timur juga terdiri atas tiga sistim sesar yaitu sesar turun yang melalui daerah Lebak Bulus dengan blok bagian Utara bergerak relatif turun terhadap blok bagian selatan, melalui daerah Lenteng Agung dengan blok bagian utara yang juga bergerak relatif turun terhadap blok bagian selatan, dan sesar turun yang melalui daerah Pasar Rebo dengan blok bagian selatan bergerak relatif turun terhadap blok bagian utara. Sedangkan sesar turun yang berarah timur laut-barat daya melalui tenggara Cilangkap dan Cibubur dengan blok bagian barat laut bergerak relatif turun terhadap blok bagian tenggara.

POTENSI GEOHIDROLOGI AIR TANAH DI WILAYAH JAKARTA UTARA
Air tanah merupakan komponen dari suatu sistem daur hidrologi (hydrology cycle) yang terdiri rangkaian proses yang saling berkaitan antara proses atmosferik, proses hidrologi permukaan dan proses hidrologi bawah permukaan (Gambar 3). Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui evaporasi , transpirasi, kondensasi dan presipitasi. Di luar sistem tersebut persoalan air tanah bahkan seringkali melibatkan aspek politik dan sosial budaya yang sangat menentukan keberadaan air tanah di suatu daerah. Siklus hidrologi menggambarkan hubungan antara curah hujan, aliran permukaan, infiltrasi, evapotranspirasi dan air tanah. Sumber air tanah berasal dari air yang ada di permukaan tanah (air hujan, air danau dan sebagainya) kemudian meresap ke dalam tanah/akuifer di daerah imbuhan (recharge area) dan mengalir menuju ke daerah lepasan (discharge area).
Menurut Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan aliran air tanah di dalam akuifer dari daerah imbuhan ke daerah lepasan cukup lambat, memerlukan waktu lama bisa puluhan sampai ribuan tahun tergantung dari jarak dan jenis batuan yang dilaluinya. Pada dasarnya air tanah termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui akan tetapi jika dibandingkan dengan waktu umur manusia air tanah bisa digolongkan kepada sumber daya alam yang tidak terbaharukan.
Di dalam tanah keberadaan air mengisi sebagian ruang pori-pori tanah yang bisa dimanfaatkan langsung oleh tanaman pada kondisi kelembaban tanah antara kapasitas lapang sampai titik layu permanen pada posisi zona aerasi. Di bawah zona aerasi terdapat zona penjenuhan yang menempatkan air mengisi seluruh ruang pori-pori tanah yang ada dengan kisaran tebal yang selalu berfluktuasi.


GAMBAR 4. SIKLUS HIDROLOGI

Debit dan keberadaan muka air tanah pada zone penjenuhan ini sangat dipengaruhi oleh pasokan air dari daerah imbuhan (recharge zone) yang berada di atasnya, semakin banyak pasokan yang diimbuhkan semakin banyak debit yang tersimpan dalam zone ini. Keberadaan air tanah pada zone ini seringkali disebut sebagai air (tanah) bebas. Ketebalan air bebas yang ada dalam tanah bisa mencapai puluhan meter tergantung dari letak lapisan batuan padu (consolidated rock) yang ada di bawahnya. Lapisan batuan padu (batuliat, batupasir, batugamping, batuan kristalin, dan shale) yang mengandung air tanah dalam lubang pelarutan, atau di rekahan batuan (lapisan batuan pembawa air tanah) disebut sebagai akuifer.
Air tanah adalah semua air yang terdapat pada lapisan pengandung air (akuifer) di bawah permukaan tanah, mengisi ruang pori batuan dan berada di bawah water table. Akuifer merupakan suatu lapisan, formasi atau kumpulan formasi geologi yang jenuh air yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan meluluskan air dalam jumlah cukup dan ekonomis, serta bentuk dan kedalamannya terbentuk ketika terbentuknya cekungan air tanah. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Potensi air tanah di suatu cekungan sangat tergantung kepada porositas dan kemampuan batuan untuk meluluskan (permeability) dan meneruskan (transmissivity) air. Kelulusan tanah atau batuan merupakan ukuran mudah atau tidaknya bahan itu dilalui air. Air tanah mengalir dengan laju yang berbeda pada jenis tanah yang berbeda. Air tanah mengalir lebih cepat melalui tanah berpasir tetapi bergerak lebih lambat pada tanah liat.

Sifat Batuan Terhadap Air Tanah
Berdasarkan perlakukan batuan terhadap airtanah, maka batuan (sebagai media air) dapat dibedakan menjadi empat (Hendrayana, H, 1994). yaitu :
1. Akuifer yaitu batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa sehingga dapat menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah yang berarti dibawah kondisi lapangan. Dengan demikian batuan ini berfungsi sebagai lapisan pembawa air yang bersifat permeabel. Contoh : pasir, batupasir, kerikil, batugamping dan lava yang berlubang-lubang.
2. Akuitar yaitu suatu tubuh batuan yang mem-punyai susunan sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan air, tetapi hanya dapat me-ngalirkan dalam jumlah yang terbatas. Dengan demikian batuan ini bersifat semi permeabel. Contoh : pasirlempungan, lempungpasiran.
3. Akuiklud yaitu suatu tubuh batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan air, tetapi tidak dapat mengalirkan air dalam jumlah yang berarti. Dengan demikian batuan ini bersifat kebal air. Contoh : lempung, lanau, tuf halus, serpih.
4. Akuifug yaitu suatu tubuh batuan yang tidak dapat menyimpan dan mengalirkan air. Dengan demikian batuan ini bersifat kebal air. Contoh: batuan beku yang kompak dan padat.

Iklim/curah hujan
Hujan merupakan faktor terpenting dalam analisis hidrologi. Hujan lebat dapat mengakibatkan keru-sakan tanaman. Sebaliknya jika tidak ada hujan dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan menge-cilnya aliran sungai dan turunnya suplai air yang meresap ke dalam tanah yang merupakan sumber airtanah. Pendek kata, hujan dengan kejadian ekstrim, baik tinggi maupun rendah dapat menimbulkan bencana bagi mahluk hidup di bumi.
Analisis dan desain hidrologi tidak hanya memer-lukan volume atau ketinggian curah hujan, tetapi juga distibusi hujan terhadap tempat dan waktu. Kejadian hujan dipisahkan menjadi dua grup, yaitu hujan aktual dan hujan rencana. Kejadian hujan aktual adalah rangkaian data pengukuran di stasiun hujan selama periode tertentu. Hujan rencana adalah hujan hyterograph, hujan yang mempunyai karakteristik terpilih.

GAMBAR 5. INDIKASI AIR TANAH DI WILAYAH JAKARTA UTARA
Sumber : http://ciptakarya.pu.go.id/peta

 

LINGKUNGAN

Banjir dan Genangan Air

Morfologi wilayah DKI Jakarta merupakan dataran rendah, yang di bagian utaranya berhubungan langsung dengan laut Jawa. Beberapa sungai utama mengalir melalui wilayah ini, sehingga secara alami mempunyai potensi untuk terjadinya banjir. Secara alami, faktor penyebab terjadinya banjir selain keadaan morfologinya yang berupa dataran rendah, juga disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di bagian belakangnya (hinterland), aliran permukaan (run off) yang besar, gradien sungai atau drainase yang sangat landai, pengaruh pasang surut, dan pendangkalan sungai disekitar muaranya. Penggunaan lahan yang kurang tepat di daerah belakang (hinterland) dapat memperbesar  aliran permukaan yang membawa material rombakan, sehingga dalam kondisi tertentu akan terjadi proses sedimentasi di beberapa dasar sungai pada gradien sungai yang landai. Kemudian ditunjang dengan pembangunan fisik disekitar kawasan DKI Jakarta yang semakin pesat, sehingga lahan terbuka untuk resapan air hujan menjadi terbatas dansempit. Keadaan menyebabkan aliran permukaan menjadi bertambah besar, sehingga daya dukung aliran permukaan menjadi bertambah besar, sehingga daya dukung permukaan menjadi terbatas dan menyebabkan terjadinya banjir di beberapa tempat.
Dapat didentifikasikan dari data yang ada bahwa sebagian besar banjir yang terjadi di wilayah DKI Jakarta meliputi wilayah Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat yang berhubungan dengan drainase, sedangkan terjadinya banjir di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan berhubungan dengan meluapnya air sungai.
Dibeberapa muara sungai, meluapnya air sungai dipengaruhi oleh pasang air laut yang biasanya bertepatan dengan musim hujan antara bulan November-Desember (Ongkosono, 1981). Pada waktu itu kondisi air laut masuk ke arah daratan sampai beberapa kilometer, seperti yang terjadi di sekitar lokasi Gudang Sunda Kelapa dan Sungai Cideng, yang dipengaruhi air pasang hingga sejauh 3,22 km ke arah darat, sedangkan saluran dari kali Ciliwung-Gunungsari dan seluruh sungai yang menuju waduk Pluit tidak terpengaruh oleh air pasang surut.

Sedimentasi

Berdasarkan pengamatan foto udara Pantura Jakarta tahun 1990 dan tahun 1994, dapat diketahui bahwa sungai atau saluran yang dominan memberikan kontribusi sedimen ke pantai utara DKI adalah sebagai berikut
-      Cengkareng Drain
-      Kali Angke
-      Kali Sunter (masuk ke kolam Pelabuhan Tanjung Priok)
-      Cakung Drain
-      Kali Blencong
-      Kali tawar
Dari sungai atau saluran di atas, berdasarkan pengamatan foto udara, sungai/saluran yang paling banyak memberikankontribusi sedimen ke panyai utara DKI Jakarta adalah Cengkareng Drain.
Laporan Bapedalda DKI Jakarta mengenai pemantauan pola sedimen transport air sungai menunjukan bahwa laju angkutan sedimen suspensi di muara Cengkareng Drain adalah sebesar 4,68 m3/hari.

Abrasi dan Akrasi

Dalam kurun waktu antara tahun 1918 hingga 1980 telah terjadi  perubahan pantai  Jakarta yang cukup nyata (Ongkosongo, 1981). Pengikisan pantai merupakan perubahan bersifat negatif, berarti ada pengurangan\pemunduran pantai.. Kondisi teluk Jakarta mengalami perubahan garis pantai dengan laju mencapai 12,31m\tahun kearah laut. Pantai sebelah timur mengalami pengikisan pantai meliputi daerah Binaria, Sanggar, Bahari, dan Cilincing, dengan laju pengikisan di setiap tempat tidak sama berkisar antara 0,15 m hingga 1,69 m setahun (Dir. GTL, 1994).
Beberapa faktor penyebab abrasi pantai antara lain, yaitu :
-      Pencemaran air laut oleh genangan minyak dan limbah industri.
-      Penggalian pasir pantai, sehingga mengakibatkan pengikisan pantai.
-      Penggundulan hutan bakau yang mengakibatkan arus dan gelombang laut lebih aktif menggerus pantai, seperti misalnya di Kalibaru.
-      Pembangunan tanggul pantai dan penimbunan pantai secara setempat dapat merubah pola arus.
-      Pergerakan sedimen sehingga menimbulkan abrasi pantai lainnya.
Pengikisan di sepanjang Teluk Jakarta tidak sama satu tempat dengan tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh faktor setempat, diantaranya akibat sedimentasi di muara sungai dan berbagai bentuk bangunan fisik yang pembangunannya tidak memperhatikan tingkah laku arus di sepenjang pantai TelukJakarta. Di samping data tersebut di atas, perubahan garis pantai juga diamati berdasarkan serial foto udara Pantai Utara Jakarta yang diperoleh dari DPPT DKI Jakarta dari tahun 1972 s.d 1994.
Dari pengamatan serial foto udara dapat diketahui bahwa perubahan pantai yang dominan di Pantura Jakarta sejak tahun 1972 s.d 1994, meliputi :
-      Akresi di sekitar muara Cengkareng Drain yang berasal dari sedimen Cengkareng Drain,
-      Akresi di sekitar muara Kali Angke yang berasal dari sedimen Kali Angke,
-      Penimbunan pantai oleh reklamasi Pantai Mutiara
-      Pembuatan bangunan pantai seperti groin, revetment di Pantai Ancol
-      Pembuatan Jetty di daerah Pantai Indah Kapuk, Muara Karang dan Muara Tawar
-      Erosi pantai di daerah Cilincing/Marunda
Dengan adanya reklamasi Pantura Jakarta, akan menyebabkan majunya garis pantai sehingga kemiringan dasar (slope) pantai akan semakin curam serta akan relatif meluruskan garis pantai Teluk Jakarta yang semulaberupa cekungan.

Perosokan Tanah

Di daerah DKI Jakarta perosokan/penurunan tanah dapat terjadi pada tanah yang mempunyai komporesibilitas tinggi. Masalah ini sering terjadi akibat sifat material alluvium yang belum terkonsolidasi dengan baik, sehingga pendirian bangunan di atasnya akan menyebabkan perosokan tanah apabila tidak memperhitungkan daya dukung tanah tersebut. Perosokan umumnya terjadi di daerah bekas rawa yang mempunyai material berbutir halus dan lunak, seperti lampung organik, lanau, dan lempung. Di daerah penyelidikan kemungkinan besar terjadi perosokan tanah berada pada satuan lempung lanauan-lempung organik dan satuan lempung pasiran-lanau lempungan.


KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulan bahwa pada dasarnya potensi air tanah di wilayah Jakarta Utara sangat memadai, tetapi belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh pemerintah dan masyarakat. Kebanyakan potensi air tanah ini masuk kedalam kategori baik untuk dikelolah dan dimanfaatkan masyarakat.
Kurangnya pemanfaatan potensi air tanh ini diakibatkan oleh lebih fokusnya penanganan pemerintah dalam sector industry dan pariwisata dikawasan Jakarta dan sekitarnya.
.
DAFTAR PUSTAKA
1.    BPS, Kecamatan Cilincing adalam angka, 1999
2.    Pedoman untuk Perencanaan dalam pelaksanaan pekerjaan reklamasi untuk proyek Pantura (Jakarta kota Pantai)
3.    Pemda Jakarta Utara, Rencana Rinci Tata Ruang wilayah Kecamatan Cilincing, tahun 2005.
4.    Badan Pelaksana Reklamasi Pantura, Bidang Lingkungan Kelautan ITB, Analisis mengenai dampak Lingkungan regional reklamasi dan revitalisasi Pantura Jakarta, 2000
5.    Badan pengelola kawasan wisata Bahari, Revitalisasi kawasan wisata bahari sunda kelapa, 1999.
6.    Colin Rees, Buku Pedoman untuk pengembangan daerah perkotaan dan daerah pantai, 1992.

No comments: